Are They Angels?
Jumat, 2 Mei 2003, hari itu rencananya saya membawa mobil calon suami saya ke kantor untuk pertama kalinya. Dari 3 hari sebelumnya, saya sudah merencanakan untuk pergi ke ITC Roxy Mas bareng temen saya. Wah, pokoknya bahagia banget deh. Apalagi, sejak mobil doi dititip di rumah saya, saya gak pernah bawa mobil ke kantor. Kan pengen juga loh sekali-kali ngantor gak pake kendaraan umum.
Pagi itu saya bangun jam 6, bersiap-siap untuk membawa mobil tersebut ke pom bensin. Kebetulan minggu lalu, doi gak sempet ngisi bensin. So, mesti saya yang ngisi pagi-pagi sekali. Mumpung belum jam 6:30, bisa2 kena "three in one." Jam 6:15, saya segera berangkat ke pom bensin. Mendadak, saya menyadari kalo lampu signal oli di mobil, nyala terus. Beberapa waktu yang lalu, memang lampu itu udah nyala, tapi kami semua (saya, doi, dan papa saya) menduga itu dikarenakan switch-nya yang gak bener. Masalah tersebut sudah kami bereskan seminggu yang lalu. Tapi nyatanya, lampu itu masih menyala. Nekat, saya terus mengendarai mobil.
Sesampai di pom bensin, sembari menunggu antrian, saya bengong sendirian. Saya baru ingat kalo saya gak bawa handphone. Abisnya, pom bensin itu gak jauh dari rumah saya. So, gak perlu bawa handphone lah... Tiba-tiba... loh... mesin mendadak mati. Saya panik. Kenapa gini? Setelah distarter, nyala lagi. Tapi, hati saya mulai dag-dig-dug gak karuan. Cepat2 saya isi bensin, supaya bisa segera nyampe rumah.
Setelah acara isi bensin selesai, saya segera menyalakan mobil, dan buru2 jalan ke arah Semanggi. Sesampai di depan Hotel Crowne Inn Plaza, saya mendengar bunyi2an seperti mesin motor di sekitar saya. Kebetulan saya gak nyalain AC, sehingga saya buka jendela. Saya pikir, ngapain sih motor di belakang saya, gak lewat2 dari tadi. Sambil nengok, saya baru sadar kalo gak ada motor di belakang maupun di samping saya. Ternyata, bunyi mesin itu asalnya dari mesin mobil saya sendiri. Panik, saya menepi ke pinggir. Saya coba starter, tapi mesin gak mau nyala. Menyesal banget saya gak bawa handphone. Hampir menangis, saya memukul setir mobil sambil menyesali kebodohan saya. Lalu saya keluar dari mobil, sambil celingak-celinguk, tanpa tahu harus berbuat apa.
Tapi Tuhan sungguh baik pada saya. Di depan saya, saya melihat ada seorang bapak tua yang sedang mendorong gerobak, entah berisi bubur ayam, entah soto mie, atau apa lah dagangannya. Bapak itu melewati saya sambil bertanya, "Kenapa Neng? Mogok yah?" Saya menganggukkan kepala dengan semangat campur panik. "Iya Pak. Mobilnya gak bisa nyala."
"Sini, saya dorong. Neng masuk ajah ke dalam mobil."
Dan... didoronglah mobil saya oleh bapak tua itu, sendirian. Saya masih kebingungan, harus dibawa ke mana mobil ini. Tiba-tiba bapak tua itu berteriak, "Neng, dibawa masuk ke gedung aja. Biar gak usah diderek."
Dan... saya otomatis mengarahkan mobil saya, memasuki halaman parkir Gedung Otorita Asahan. Setelah itu, bapak tua itu segera berlari meninggalkan saya menuju gerobak dagangannya, sambil menyuruh saya untuk bicara dengan seorang bapak yang sedang menyapu di halaman parkir tersebut.
Bapak yang sedang menyapu itu, segera menghentikan kegiatannya, dan menghampiri saya. "Kenapa Neng?" tanyanya dengan pandangan bingung.
Saya menjelaskan apa yang terjadi. Lalu beliau menyuruh saya untuk memarkirkan mobil di sebelah dalam. Kami berdua segera mendorong mobil ke belakang, untuk kemudian membelokkannya ke sebelah dalam. Cukup melelahkan karena jalanan di belakang mobil tersebut, agak terjal. Tapi kami berdua berhasil memarkirkan mobil dengan baik.
Tak lama, muncul seorang bapak lain dari dalam gedung. Sambil bertanya, bapak ini menyuruh saya membuka kap mesin mobil. Beliau memeriksa sebentar, lalu menyuruh saya untuk menelepon ke rumah. "Saya bisa pinjem telepon gak, Pak? Saya gak bawa handphone."
Bapak yang baik hati itu segera mengeluarkan handphone dari saku celananya. Segera saya menelepon Papa saya dan Michael, mengabarkan musibah ini.
Setelah itu, Papa datang menjemput. Mobil pun ditarik ke rumah. Dan saya berangkat ke kantor. Keesokan harinya, montir kepercayaan Papa, datang memeriksa mobil. Ternyata mobil sudah bermasalah, sehingga harus direparasi. Saya sempet merasa bersalah. Gara-gara saya bawa mobil, bikin mobilnya rusak. Apalagi biaya untuk reparasi tersebut, mahal sekali. Doi sampe kesel karena ini terjadi, di saat kami sedang butuh uang untuk biaya pernikahan. Tapi doi meyakinkan saya kalau itu bukan kesalahan saya.
"Yen, kalau pun bukan kamu yang mengalami, pasti aku yang akan mengalaminya."
Saya baru ingat kalau malam itu, dia emang mau bawa pulang mobil, karena besoknya kami rencana mengajak orang tuanya menengok rumah yang sudah direnovasi. Saya juga baru sadar, masih untung saya yang mengalami. Kalau dia yang mengalami, pasti dia akan lebih susah. Pagi2 saya yang kena, masih lebih mendingan dibanding dia yang kena malam2.
Tuhan sungguh baik. Tuhan masih mengirimkan 3 orang malaikat-Nya untuk menjaga saya. Berkat Tuhan tidak pernah berkurang pada kami berdua. Berkat Tuhan selalu mengiringi langkah kami.
Malaikat Tuhan tidak cuma 3 yang Ia kirim. Masih ada 1 Malaikat lagi yang menolong kami berdua. Kira-kira 2 hari yang lalu, seorang kakek2 berusia 65 tahun, mendatangi rumah saya. Kebetulan Papa lagi gak ada di rumah. Yang ada cuma Mama saya. Kakek tersebut menawarkan 2 buah bangku ukuran 2 dudukan dari bambu. Karena kasihan, Mama menyuruh kakek tersebut menunggu Papa saya. Setelah Papa saya pulang, Papa saya juga merasa kasihan. Dibelilah 2 bangku tersebut. Saat saya pulang dari kantor, saya kaget sekali melihat ada 2 bangku besar menunggu saya di belakang rumah. Dan, saya langsung tertarik dengan salah satunya. Mama saya bilang, "Yen, daripada beli sofa juta-jutaan, mending pake bangku ini ajah. Gimana? Coba diskusi sama Michael." Papa saya bilang, "Sayang uangnya, kalo seneng, bangkunya ambil ajah. Gak usah bayar."
Saya tau, Michael mungkin gak terlalu suka. Kami berdua emang udah milih satu tipe sofa yang kecil untuk mengisi ruang tamu di rumah kami nanti. Tapi, mengingat harganya yang cukup mahal (1,1 juta), saya mempertimbangkan untuk menunda membeli sofa itu. Apalagi kami masih harus membayar biaya reparasi mobil yang mungkin bisa menghabiskan 1,5 juta. Saya cuma mikir, Tuhan mengirimkan Malaikat-Nya di saat yang paling tepat.
Malamnya, saya langsung tanya ke Michael, dan Michael menyerahkan semua di tangan saya. Dia hanya butuh melihat seperti apa bangku bambu tersebut. Tapi, dari awal, dia sudah menyerahkan keputusannya pada saya. Puji Tuhan karena saya memiliki calon suami yang begitu penuh pengertian. Saat ini, bangku bambu tersebut sudah jadi milik saya. Dan siap mengisi rumah kami nanti.
Dedicated to Michael and "Kathy."
Hope "Kathy" will never be broken again...
^-^
And, thank you for the "Bamboe."