Tuesday, August 31, 2004

What A Day

What A Day

Rencana awal, saya dan suami - Yenny dan Michael - beserta kakak saya sekeluarga, akan pergi ke Kampoeng Sampireun tgl 21-22 Agustus 2004. Sungguh sangat disayangkan tour kami ternyata membatalkan acara tersebut. Betapa kecewa hati kami. Masih teringat minggu sebelumnya, kami berdua pergi ke Carrefour membeli snacks untuk di perjalanan. Kami juga menyempatkan diri membeli isi film kamera, berhubung kami belum punya kamera digital.

Tapi pihak tour ternyata bukan membatalkan, melainkan memundurkan acara menjadi tgl 28-29 Agustus 2004. Saya segera memberitahukan berita baik tersebut kepada Michael. Sayangnya kami berdua sudah keburu kecewa. Apalagi di tgl 29 Agustus itu, saya sudah janji dengan Pak Bondan Winarno untuk bertemu muka di acara "Heritage Food at Heritage City" yang akan berlangsung di Gedung Arsip Nasional. Acara ini adalah acara mergersutra antara Jalan Sutra dengan Sahabat Museum. Belum lagi di hari Sabtu ada pameran Elex Media Komputindo di Bentara Budaya Palmerah. Apalagi kakak saya sekeluarga tidak bisa ikut di hari itu. Otomatis, saya cuma berdua saja, plus anggota tour yang lain. Dan lagi, saya baru ingat, karena diberitahu oleh pihak tour sudah mendadak, saya gak sempat lagi ikutan Cosmo FM Trip ke Bandung tgl 21-22 Agustus 2004. Duh, jadi sebel juga. Padahal saya udah lama pingin jalan-jalan ke Bandung juga.

Tapi, alangkah indahnya kalau kami tetap bisa mengikuti tour ke Kampoeng Sampireun. Saya pikir dan pikir terus. 'Think! Think! Think!' kata saya dalam hati. Apa yang harus saya lakukan agar kami jadi ke sana? Dan, tiba-tiba saja seperti ada lampu pijar di atas kepala saya. Saya baru ingat kalau saya pernah melihat foto Kampoeng Sampireun di salah satu majalah milik teman kantor saya, Majalah TAMASYA. Beberapa kali saya pergi ke Gramedia, Carrefour dan lapak-lapak di pinggir jalan, tapi majalah edisi 02 tersebut sudah habis. Saya hanya bisa gigit jari. Tapi saya gak mau menyerah begitu saya. Saya kirim email lalu menelepon redaksi majalah tersebut. Saya minta dikirimkan edisi 01 dan edisi 02 yang belum saya miliki. Pihak redaksi - Pak Sugiman dan Pak Terris - dengan sangat ramah melayani permintaan saya. Pagi itu saya transfer uang ke rekening majalah TAMASYA, sorenya majalah sudah di tangan saya.

Dengan berbekal majalah TAMASYA edisi 02, saya bujuk dan rayu Michael sambil memperlihatkan foto-foto pasangan Early dan suami yang sedang honeymoon lagi di Kampoeng Sampireun. "Masa gak tertarik sih?" Dan jawabannya hanya, "Tapi gak ada TV yah???" Saya langsung cemberut. Sebel juga. Masa mau honeymoon lagi malah mikirin TV. Tapi ternyata Michael hanya bercanda. Dan jadilah kami booking villa di Kampoeng Sampireun melalui tour tadi. Tapi tiba-tiba saja, ada panggilan kerja untuk Michael di hari Sabtu. Dan saya jelas ingin supaya Michael memprioritaskan kerjaan dibanding jalan-jalan. So, terpaksa jalan-jalan ke Kampoeng Sampireun pun batal. Mungkin kami emang gak boleh jalan-jalan ke luar kota di bulan Agustus ini. Bahkan setelah tour dibatalkan, panggilan kerja pun gak jadi hari Sabtu itu, ditunda hari Selasa. Hehehe. Lengkap sudah.

So, Sabtu pagi kami pergi ke Bentara Budaya. Setelah sedikit putar-putar karena nyobain jalan, kami sampai sudah di Bentara Budaya. Sempet kesel berat. Tas yang saya bawa harus dititip, padahal saya gunakan tas tersebut untuk bawa uang, dompet dan handphone. Berpuluh-puluh kali saya datang untuk mengikuti pameran di sana, tidak pernah tas saya disuruh titip. Dengan sedikit kesal, saya suruh Michael taruh tas di mobil saja, karena takut hilang. Tapi, setelah kami masuk ke dalam, saya melihat ada ibu-ibu membawa tas-nya dengan riang dan santai. Langsung saya tegur pihak keamanan di depan itu, "Itu ada yang bawa tas." Dan mereka menjawab tanpa melihat lagi, "Mungkin itu pihak Elex-nya." Bagaimana mungkin? Lha wong si Ibu lagi sibuk mo daftarin anaknya lomba puzzle... Akhirnya sesampai di pintu dalam, saya langsung cari security. "SIAPA SIH PIMPINAN SECURITY DI SINI? SAYA GAK DIKASIH BAWA TAS, PADAHAL SAYA LIAT YANG LAEN PADA BAWA TAS. SAYA UDAH SERING LIAT PAMERAN DI SINI. GAK PERNAH TUH ADA KEJADIAN GINI. SAYA JADI GAK ENAK KE SINI LAGI." Dan mereka bilang, sudah peraturan kalo gak boleh bawa tas. "SAYA MENGERTI! KALO EMANG PERATURAN SEPERTI ITU, SEMUANYA DONK DISURUH TITIP TAS. JANGAN CUMA SAYA! EMANG SAYA MO NYOLONG DI SINI!!!" Dan mereka berlalu sambil mengatakan kalau mau menegur security di depan. Semakin lama, semakin banyak ibu-ibu dan cewek-cewek yang masuk pake tas. Dan lengkap sudah kekesalan saya. "MICHAEEEEEEEL!!! AYO AMBIL TAS. ENAKNYA ORANG-ORANG PADA BAWA TAS, AKU DISURUH MEGANGIN DOMPET AMA HP! AYO!" Dan puaslah saya!

Terus terang, saya emang tipe orang yang sensitif dan mudah emosi. Sedikit lagi saya kesal, saya pasti langsung nangis sambil marah-marah gak tentu ujung pangkalnya. Tapi saya puas pulang dari pameran Elex Media sambil membawa belanjaan sebesar 177K. Komik lucu, buku resep dan buku komputer belanjaan Michael langsung kami bawa dengan senang hati. Dan lupalah saya dengan segala kekesalan dan kemarahan saya. Langkah saya pun bak prajurit menang perang. :)

Minggu pagi, bersiap-siaplah saya dan Michael menuju kota. Setelah mampir ke bengkel, kami lanjut ke rumah ortu Michael di Dwiwarna. Baru deh kami ke Gedung Arsip Nasional. Dengan membayar Rp 60.000,- kami mendapat 2 tiket masuk yang dapat ditukar dengan 2 buah roti buaya. Lucu bentuknya. Enak pula dimakannya. Saya langsung makan nasi uduk betawi bareng es cincau hijau. Nasi uduknya sih nikmat, sayang es cincau-nya pake kuah es cendol. Saya gak doyan, jadi cuma ngabisin cincau-nya, kuahnya Michael yang minum. Abis itu, kami cuma keliling-keliling sambil nunggu Om Sindhiarta datang. Saya memang janji dengan Om Sindhiarta untuk membawakan buku Seratus Kiat yang Jilid 2 karangan Pak Bondan Winarno. Sekitar jam 12-an, saya lihat Pak Bondan datang. Dengan PD dan penuh senyum, saya langsung menegur Pak Bondan sambil memperkenalkan diri. Saat tahu bahwa saya 'Yenny,' Pak Bondan langsung tersenyum lebar. Tapi karena saya tahu Pak Bondan sibuk, saya segera "melepaskan" Pak Bondan untuk menyelesaikan urusannya. Kan siangnya Pak Bondan mau demo masak bareng Om William Wongso.

Jam 1-an, Michael ternyata baru merasa lapar. Langsung saya suruh dia beli makanan, tapi "Kamu sendiri aja yah, Sayang. Panas nih..." bujuk saya sambil tersenyum. Dan pergilah Michael keliling mencari makanan. Tau-tau ada Ferry Salim di samping saya. Wah, ada syuting infotainment nih. Ikutan ah!!! Dan, jalanlah saya di belakang mereka sambil celingak-celinguk mencari Michael. Ternyata Michael tak kutemukan. Sedihnya. Balik lagi deh ke tempat rindang di depan pintu. Setelah menemukan Michael (yang ternyata udah selesai makan nasi uduk), saya langsung tarik dia untuk foto saya dengan Pak Bondan dan Om Ferry. Berhasil... Asyik juga bisa foto bareng selebritis. Hehehe...

Tapi kesan yang menyenangkan adalah bertemu dengan teman-teman JSers di sana. Setelah melihat Nana yang lagi buka stand JS en Gramedia bareng Bung Yos, saya juga ketemu dengan Rusli cs. Barengan menunggu Om Sindhiarta, akhirnya ketemu juga. Dan bukan cuma mereka saja yang saya temui. Ada Oemar, Grace, Ayu, Deasy, Andrew, Indra Lukman, Astrid, dan Fenny/Wendy (gak jelas). Ada juga yang gak sempet kenalan, seperti Yohan Handoyo. Saya cuma tahu dari Oemar tapi gak sempet kenalan karena kelihatannya Yohan sibuk sekali dengan orang Cafe Sampoerna. Ada juga JSers yang malah saya gak tau namanya.

Sekitar jam 3 kurang, saya telepon Pak Bondan untuk meminta tanda tangannya di buku Seratus Kiat Jilid 1, Jilid 2, dan Jalan Sutra. Selesai mendapatkan tanda tangan Pak Bondan, langsung saya meluncur pulang. Panas terik dan macet berat di luar bikin saya dan Michael pingin cepet-cepet nyampe rumah. Tapi, asli deh, baru kali ini saya gak perlu berjemur di pantai untuk mendapatkan kulit yang tanned. Muka dan kedua lengan saya merah-merah dan belang-belang. Hihihi. Tapi, kesan yang saya dapatkan dari beberapa hari terakhir ini, gak membuat saya menangisi kulit hitam saya yang makin menghitam.

Kesan yang lebih dalam? Jelas, tanda tangan Pak Bondan. Tapi kesan paling indah saya rasakan adalah saat melalui hari-hari itu bersama Michael. Ke mana pun saya pergi, Michael rela menemani saya. Bahkan dari saat dia mendengar omelan-omelan saya di pameran buku, sampai ikut berpanas-panasan ria di acara HFHC, dia selalu tersenyum setiap saya menoleh untuk menatap wajahnya, dia selalu membelai rambut saya dengan lembut setiap saya mengeluh kepanasan, dan dia selalu memeluk saya dengan penuh sayang sejak saat beberapa JSers mengenali kami sebagai "Yenny & Michael" yang terkenal romantis itu. Hehehe...

Tulisan ini saya persembahkan untuk Michael, yang sudah menjadi suami saya tepat 1 tahun. Walaupun tahun lalu, 31 Agustus 2003, kami belum tinggal bersama (kami baru tinggal bersama setelah acara resepsi tgl 6 September 2003), tapi kami sudah mengucapkan janji pernikahan di depan altar gereja. Semoga kami akan selalu menjadi "Yenny & Michael" yang selalu romantis, dan bahkan menjadi semakin romantis dengan bertambahnya usia pernikahan kami.

Dedicated to Michael.
Thank you for being such a romantic husband.
I love you.
Happy 1st - Church Wedding - Anniversary

Monday, August 02, 2004

Proud of You

Proud of You

Pertemuan dengan beberapa members milis Jalan Sutra (JS) di Taman Anggrek kemarin telah memberikan kesan tersendiri bagi saya dan suami. Buat saya, rasanya seperti mimpi. Selama ini saya hanya mengenal segelintir nama-nama yang sering muncul di milis, seperti Om Sindhiarta, Pak Gatot dan yang lainnya. Tak disangka, akhirnya bertemu jua. Milis saya sendiri pun belum pernah mengadakan gathering, sehingga sampai sekarang saya masih belum tahu seperti apa tampang-tampang members milis Love Our Life (LOL). Sepertinya hanya dunia maya buat saya. Tapi dengan bertemu members JS, saya seperti ditepuk dari belakang, seperti disiram air dingin, seperti dibangunkan dari tidur yang panjang. Ternyata dunia maya itu benar-benar ada. Saya bahkan bertemu dengan beberapa orang yang selama ini hanya dapat saya baca tulisannya di milis. Sepertinya mereka muncul dari balik layar panggung sandiwara, di mana saya berdiri menunggu pertunjukan dimulai.

Rasa terima kasih saya belum hilang hingga saat ini, saat saya menulis ini, kepada Om Sin. Saya hanya butuh meluangkan waktu sedikit untuk datang ke Taman Anggrek, tanpa berbuat apa-apa, hanya menunggu, tahu-tahu saya sudah memiliki 11 jilid buku perjalanan Prof. HOK Tanzil, yang dapat saya baca dengan hati senang. Terima kasih, Om Sin atas semua yang telah dilakukan untuk kami, para members JS.

Kesan lain juga didapat suami saya dari pertemuan ini. Sepanjang perkenalan dengan teman-teman dari member milis JS, Om Sin tak henti-hentinya memperkenalkan saya sebagai "Yenny, yang bikin Pak Bondan nangis." Muka saya pasti udah merah kaya kepiting rebus. Tak henti-hentinya pujian mengalir dari mulut teman-teman atas keindahan website yang saya buat. Padahal, murni website itu hanya iseng semata. Karena tertarik dengan blog Mr. Yohan yang profesional, saya jadi berniat untuk mempersembahkan website kepada belahan jiwa saya, suami tercinta. Tapi ternyata setelah membuat website tersebut, saya malah ingin mempersembahkannya untuk semua orang.

Mendengar pujian dari teman-teman, ternyata menambah kebanggaan suami terhadap saya. Sampai di rumah pun, Michael masih sibuk memuji-muji saya, karena telah menggerakkan hati banyak orang dengan memperkenalkan website itu. Senang rasanya melihat binar-binar di matanya. Walaupun saat pertemuan itu ia tak banyak bicara, tapi saya bisa merasakan betapa bangganya dia terhadap saya.

Cuma belakangan baru saya tahu bahwa ada 1 hal yang mengganjal hatinya. Michael merasa canggung di depan teman-teman sekalian. Ia merasa minder. Begitu banyak hal yang ia dengar dari teman-teman semua. Ada yang sering ke luar negeri, ada yang punya usaha sendiri, ada yang sering mengadakan tour ke tempat-tempat unik, bahkan ada yang baru pulang dari Riyadh. Rasanya ia tak punya kisah sukses yang bisa dibanggakan. Ia seperti tak punya apa-apa. Ia hanya seorang yang bekerja sebagai karyawan di perusahaan di Jakarta. Hanya itu. Bagi dia, hanya itu yang ia punya. Dan itu bukanlah hal menarik yang bisa diceritakan atau di-share ke semua orang. Bukan sesuatu yang membanggakan.

Saya sedih mendengar isi hatinya. Saya gak nyangka kalo ia malahan jadi minder. Terus terang, saya sendiri tidak merasa minder, walaupun saya tahu bahwa banyak sekali orang hebat di milis JS ini, malahan saya bangga karena saya adalah salah satu orang yang mengenal orang-orang hebat tersebut, biarpun cuma via milis. Saya pernah minder dulu, tapi keminderan saya sudah lenyap seiring dengan pertemuan saya dengan Michael. Michael-lah orang yang sudah menumbuhkan rasa percaya diri saya. Michael-lah orang yang sudah menyadarkan saya betapa saya juga punya kemampuan yang bisa saya banggakan. Tapi di dalam hatinya, ia pun punya rasa itu.

Saya peluk dia dan saya katakan, "Sayang, aku bangga sama kamu. Apa pun yang orang lain banggakan, itu bukan urusanku. Aku hanya turut senang dengan prestasi yang mereka raih. Tapi aku paling bangga sama kamu. Kenapa kamu bilang kamu gak punya yang bisa dibanggakan? Sayang, kamu punya aku. Apa kamu gak bangga?"
Dan Michael cuma tersenyum simpul. "Oh iya, aku lupa. Aku adalah satu-satunya orang yang memiliki kamu. Gak ada lagi yang memiliki kamu, selain aku. Dan, emang bener, aku bangga sekali."

So, problem solved and case closed. Michael udah gak mengungkit-ungkit lagi tentang ke-tidak PD-annya. Saya pun kembali tersenyum sambil sibuk buka-buka fotocopy-an yang baru saya dapatkan tadi siang. Tapi, masih ada yang mengganjal di hati saya. Setelah bertahun-tahun gak pernah ke Taman Anggrek, saya mulai bingung sendiri. Resto-nya sudah berubah banyak dibanding waktu saya sering ke sana. Kira-kira, resto mana ya yang paling enak untuk dicoba bareng Michael?

Dedicated to Michael.
I'm proud of you, Honey, always...